Thursday, July 2, 2015

Merintis Pembangunan dan Pengembangan Koperasi di Timor Leste

Sebagai negara yang belum lama berdiri, timor leste sedang giat-giatnya merancang strategis pembangunan yang tepat dengan potensi yang ada, koperasi bisa masuk dalam strategis tersebut, Timor Leste masih terus berbenah. Dalam usianya yang masih sangat belia, negeri ini masih harus berkutat untuk menentukan arah kebijakan pembangunan yang ketat. Tentu saja ini bukan perkara mudah, terlebih disana sini kadang masih ada letupan konflik yang berpotensi menggsnggu stabilitas. Pendapatan perkapitanya tercatat 400 Dolar AS.
Pertumbuhan koperasi di Timor Leste mengadopsi model koperasi wanita Setia Budi Wanita (SBW) Jawa Timur, terutama dalam hal manajemen tanggung renteng. Koperasi di Timor Leste merupakan salah satu pilar ekonomi Negara selain sektor publik & swasta. Jumlah koperasi di Timor Leste sebanyak 84 unit. Kegiatannya berimbang antara koperasi simpan pinjam dan koperasi serba usaha. Sampai tahun 2017, pemerintah menargetkan koperasi tumbuh menjadi 300 koperasi.
 Petani di Timor Leste berencana mendirikan koperasi pertanian yang pertama di negara itu pada April 2011. Augusto Pires, Direktur LSM Cailalo Timor Leste mengatakan selama ini di negaranya belum ada koperasi yang mewadahi para petani sehingga taraf perekonomian rata-rata petani masih rendah.
“Potensi pertanian di negara kami sangat besar, namun belum bisa dieksplorasi oleh petani sehingga kami membutuhkan adanya koperasi, layaknya di Indonesia,” ujarnya kepada bisnisjabar.com hari ini di sela-sela pelatihan petani Timor Leste di Ikopin.
Dia meyakini koperasi akan mampu meningkatkan taraf perekonomian petani, termasuk memperluas pasar komoditas pertanian yang selama ini hanya dipasarkan di lokal saja. Dia menyebutkan, komoditas utama Timor Leste adalah padi, umbi-umbian, dan sayuran.
“Mereka belum bisa menggarap lahannya secara maksimal, padahal mereka ini berstatus sebagai pemilik lahan, bukan petani penggarap,” ujarnya.
Augusto menjelaskan, secara keseluruhan Timor Leste memiliki potensi dalam perikanan dan pertanian. Namun sayangnya, potensi tersebut tidak terkelola secara optimal.
Bahkan, kehadiran koperasi pun masih sangat terbatas. Di negaranya itu saat ini baru ada sekitar 4–5 koperasi.
“Koperasi akan mendorong petani mengubah hidup mereka, karena ke depan perekonomian negara kami akan digerakkan oleh sektor pertanian, dan satu-satunya cara melalui koperasi,” jelasnya.
Sebelum menjalin kerja sama pelatihan dengan Ikopin, lanjutnya, lembaganya sudah satu tahun membina petani di Timor Leste, namun tidak menampakkan hasil.
“Ikopin akan menjadi partner tetap kami dalam perkoperasian, dan tahun depan kami akan mengirimkan anak-anak petani untuk belajar di sini,” katanya.
Maria Apolonia Bupu, Project Technician PAZ Desarrollo (LSM internasional yang membantu LSM Cailalo) mengatakan sudah bekerja sama dengan LSM lokal Timor Leste sejak 2006 lalu, khususnya membidik pertanian dan perikanan.
&# ffb 8220;Untuk proyek pertanian kami mulai pada 2009, dalam pembangunan irigasi di dua desa dan pelatihan koperasi,” katanya.
Dia menyebutkan lembaganya menyediakan dana sebesar 447 euro untuk membiayai pelatihan perkoperasian kepada petani Timor Leste ini.(hh)

Dipimpin langsung oleh Sekjen Kementrian Ekonomi dan Pembangunan Marito Maqno ternyata Timor leste tidak hanya belajar. Negara yang baru merdeka tahun 2007 ini bahkan meminta didatangkan langsung ahli koperasi wanita dari Kota Malang untuk langsung mengajari ke Timor Leste. Marito mengungkapkan dia mengajak para pejabat Timor Leste belajar koperasi ke Kota Malang karena koperasi di Kota Malang sangat maju. Ia ingin ke depan koperasi di Timor Leste bisa maju seperti di Kota Malang.
“Koperasi yang berbasiskan ekonomi rakyat merupakan pilar utama fokus pembangunan yang kami lakukan saat ini. Karena itu kami sangat serius belajar ke Kota Malang terkait Koperasi,” kata Marito, Rabu (3/8).
Menurut Marito, berbeda dengan di Kota Malang koperasi yang selalu berasal dari rakyat, koperasi yang ada di Timor Leste saat ini rata-rata berasal dari pengusaha, sehingga filosofinya kurang pas. Dengan diajari tenaga ahli dari Kota Malang, Marito berharap rakyat Timor Leste bisa tahu benar bagaimana koperasi yang berbasis ekonomi rakyat.
“Saat ini ada 84 koperasi di Timor Leste, saya berharap dengan pendidikan yang benar tahun 2017 nanti paling lambat Timor Leste punya 300 koperasi yang eksis,” kata Marito.
Ketua Koperasi SBW, Sri Untari mengaku tidak kaget dengan kedatagan pihak asing termasuk timor Leste ke Kota Malang untuk belajar. Sebab sebelumnya koperasi SBW juga mendapat kunjungan dari Hungaria dan Inggris melihat bagaimana koperasi ini bisa terus berkembang.
“Ilmu jika tidak diamalkan ibarat pohon yang tidak berbuah. Karena itu kami senang hati sekali bisa berbagi ilmu dengan teman-teman dari Timor Leste,” kata Sri untari.
Menurut Sri, dengan sudah memiliki laboratorium koperasi yang sudah teruji di Indonesia. Sri mengaku siap berbagi ilmu dengan masyarakat Timor leste. Selain menyiapkan enam tutor andal untuk mendidik masyarakat Timor Leste terkait koperasi, pihaknya juga akan memberi kesempatan pemerintah Timor Leste jika ingin mengirim warganya untuk magang di Koperasi SBW. (cah)

Tapi seperti dijelaskan sebelumnya, koperasi sebagai pemain mikro tidak bisa dengan sendirinya mendukung kekuatan mereka sebagai agen perubahan dalam program penanggulangan kemiskinan kecuali mereka bekerja bergandengan tangan dengan mitra berkembang seperti serikat buruh, LSM, bilateral dan badan-badan PBB yang beragam. Ambil kasus di Timor Timur. Yayasan Malu Hanai adalah lembaga sekunder untuk gerakan koperasi kredit di Timor Timur, yang didirikan oleh cara partisipasi rakyat melalui kredit utama koperasi in1994 dan kemudian dimasukkan pada tanggal 24 April 1996 di bawah hukum Indonesia Koperasi, maka disebut sebagai Malu Pusat Koperasi Kredit Hanai (Puskopdit Hanai Malu).
Itu karena, diakui secara hukum. program yang lebih fokus untuk seluruh masyarakat di seluruh Timor Timur. Pada bulan Agustus 1999, tepat sebelum kehancuran, Hanai berhasil mendirikan 27 koperasi primer, yang meliputi 12 kabupaten di Timor Timur, dengan keanggotaan 5917 dan tabungan anggota ini / deposito telah mencapai Rp.1.7 Milyar, dan total aset sebesar Rp .2.25 Miliar. Selain itu, 15 primer koperasi menjadi bagian dari Program Mutual Benefit dan 20 pemilihan pendahuluan sebagai anggota Dana Likuiditas Sentral Federasi Koperasi Kredit nasional Indonesia (CUCO Indonesia).
Setelah kemerdekaan mereka pada tahun 1999 jumlah orang miskin di Timor Leste meningkat, sedangkan link apapun sebelumnya dengan CUCO Indonesia terputus. Masuknya LSM, lembaga bilateral dan multilateral menawarkan untuk membantu masyarakat miskin di Timor Leste tidak sedikit untuk menanggapi keberhasilan masa lalu Malu Hanai, tetapi menawarkan program pembangunan yang berbeda untuk membantu penderitaan mereka melalui keuangan mikro dan skema kesejahteraan lainnya. Alih-alih merehabilitasi sukses masa lalu, agenda segar tapi bertentangan dari lembaga pembangunan telah berbuat banyak untuk menghidupkan kembali komunitas miskin tapi hidup yang sudah percaya pada self-help dan perusahaan tabungan berbasis.
Studi kasus ini mengecewakan, karena tanpa harus menemukan kembali roda ICA dan ILO bisa menangkap kesempatan untuk bekerja sama dengan mitra pembangunan lain dan pemerintah daerah untuk membangun kembali masyarakat lokal miskin di Timor Leste melalui model terbukti SHG, organisasi buruh dan Koperasi .
Kolaborasi di tingkat akar rumput adalah sama pentingnya dengan kerjasama antara badan-badan pembangunan internasional menangani isu-isu makro. Mengurangi kemiskinan memerlukan penciptaan pertumbuhan dan dinamika di tingkat masyarakat miskin itu sendiri, di mana mereka dapat mengambil inisiatif mereka sendiri dan memperbaiki situasi mereka sendiri. Pengentasan kemiskinan bukan hanya mendukung satu arah dari pertumbuhan ekonomi kepada orang-orang yang kurang beruntung, tetapi juga merupakan faktor penting yang meletakkan sebuah lapangan bermain yang relatif tingkat untuk pembangunan, menyediakan tenaga kerja tambahan yang melimpah, dan memastikan stabilitas di "take-off" periode.

ICA ROAP dan ILO merupakan mitra alami untuk meyakinkan pemerintah dan lembaga-lembaga multilateral lainnya tentang keharusan dari pendekatan bottom up. Tapi pemerintah harus menciptakan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi koperasi untuk dapat melakukannya. Dalam beberapa kasus, seperti di Indonesia, benchmark tambahan harus dibuat untuk memastikan kepatuhan hukum dan penegakan untuk co-op pejabat dan pemimpin. Organisasi seperti ICA dan ILO bisa menjadi agen perubahan untuk memastikan bahwa dukungan eksternal adalah pelengkap saja dan bahwa dana benar-benar mencapai miskin penerima manfaat.

Sumber:


1 comment:

  1. thankyou (y) Nice post =)

    Anda Pengusaha/Manager Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Koperasi tetapi
    pencatatan data-data masih manual?
    Atau anda sudah memiliki Sistem Informasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
    atau Koperasi tapi masih kurang puas dengan sistem yang sudah ada?
    Atau mau buat Sistem Informasi baru tapi dana terbatas?
    Kami Solusinya..!!!
    Hubungi FERNANDES - HP : 083834375641 / BBM : 75286D3B
    / WEBSITE : www.cvelecomp.com

    ReplyDelete