A. PT. BNI Life
Insurance
PT BNI Life
Insurance (BNI Life) merupakan perusahaan asuransi yang menyediakan berbagai
produk asuransi seperti Asuransi Kehidupan (Jiwa), Kesehatan, Pendidikan,
Investasi, Pensiun dan Syariah. Dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya, BNI
Life telah memperoleh izin usaha di bidang Asuransi Jiwa Berdasarkan surat dari
Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.017/1997 tanggal 7 Juli 1997. Pendirian BNI
Life, sejalan dengan kebutuhan perusahaan induknya, PT Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk atau BNI, untuk menyediakan layanan dan jasa keuangan terpadu
bagi semua nasabahnya (one-stop financial services).
Saat ini BNI Life
telah hadir melalui 4 saluran distribusi yaitu Agency, Bancassurance, Employee
Benefits dan Syariah. Agency dipasarkan melalui agen-agen yang memasarkan
produk individu, sedangkan Bancassurance dipasarkan melalui jaringan BNI di
seluruh Indonesia. Employee Benefits dikhususkan bagi produk-produk asuransi kumpulan
ke perusahaan-perusahaan, sedangkan syariah memasarkan produk asuransi baik
individu, ataupun kumpulan dengan prinsip syariah.
Kantor pemasaran merupakan salah satu saluran
jaringan pemasaran yang dimiliki oleh BNI Life yang secara khusus memasarkan produk
asuransi kehidupan (jiwa) individu baik konvensional maupun syariah melalui
agen perorangan. Hingga Desember 2013, BNI Life sudah memiliki 41 kantor
pemasaran dengan 1.708 agen berlisensi. Selain agen, BNI Life juga memiliki 688
Bancassurance Specialist di kantor-kantor cabang BNI di seluruh Indonesia.
Pada tanggal 11 Maret 2014, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) memberikan persetujuan perubahan kepemilikan saham PT BNI Life
Insurance (”BNI Life”). Berdasarkan persetujuan tersebut pada tanggal 21 Maret
2014, BNI Life telah menyelenggarakan RUPSLB dengan agenda penerbitan saham
baru sebanyak 120.279.633 lembar yang diambil seluruhnya oleh Sumitomo Life
Insurance Company.
Terhitung sejak tanggal 9 Mei 2014, BNI Life
telah menjadi perusahaan asuransi kehidupan (jiwa) joint venture dengan PT Bank
Negara Indonesia (Persero) Tbk tetap menjadi pemegang saham pengendali sebesar
60,000000%; Sumitomo Life Insurance Company memiliki 39.999993%; 0.000003%
dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Karyawan (YKP) BNI dan 0,000003% dimiliki
oleh Yayasan Danar Dana Swadharma (YDD).
VISI MISI DAN
NILAI PERUSAHAAN
· VISI
Menjadi
perusahaan asuransi terkemuka kebanggaan bangsa
· MISI
Memberikan
perencanaan masa depan dan perlindungan yang terpercaya dengan layanan prima
dan kinerja keuangan yang optimal untuk mewujidkan kehidupan bangsa yang lebih
berkualitas
·
Nilai-nilai Perusahaan
- Integrity, Menjunjung tinggi kejujuran dan keselarasan dalam pemikiran, perkataan serta perbuatan
- Customer Oriented, Memberikan kualitas pelayanan kebutuhan pelanggan internal dan eksternal melebihi dari yang mereka harapkan
- Trust, Dapat dipercaya dan teguh memegang amanah dalam memenuhi janji baik kepada nasabah maupun rekan kerja
- Passion for Excellence, Selalu memberikan hasil kerja terbaik dan terus meningkatkan keahlian
- Team Work, Membina sinergi dan kerja sama antar individu dengan optimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bersama
- Innovative, Menggunakan dengan maksimal semua sumber daya yang ada dengan kreativitias tinggi untuk menghasilkan perbaikan dan perubahan berkala
- Embrace Change, Aktif melakukan perubahan yang diperlukan dan siap menerima dan menjalankan perubahan yang terjadi kapan saja diperlukan
B. ANALISIS
PENGELOLAAN MANAJEMEN RESIKO ASURANSI
pada
pokoknya ada dua pendekatan atau cara yang digunakan oleh seprang MAnajer
risiko dalam menanggulangi risiko yang dihadapi oleh perusahaannya, yaitu :
1.
Penanggulangan risiko
2.
Pembiayaan risiko
Selanjutnya
dalam masing-masing pendwkatan ada beberapa alat yang dapat dipakai untuk
menanggulangi risiko yang dihadapi. Biasanya dan sebaiknya Manajer risiko dalam
menggunakan alat-alat tersebut mengadakan kombinasi dari dua cara atau
lebih,agar supaya penanggulangan risiko dapat berjalan dengan efektif dan
efisien. Dalam pendekatan dengan penanganan risiko ada beberapa alat/metode
yang dapat digunakan, antara lain :
1. Menghindarinya
2. Mengendalikan
3. Memisahlan
4. Melalukan kombinasi
5. Memindahkan
Sedang
dalam penaggulangan risiko dengan membiayai risiko ada dua cara atau metode
yang dapat digunakan, yaitu :
1. Pemindahan risiko melalui asuransi
2. Melakulan retensi
Menghindari
suatu risiko murni adalah menghindarkan harta, orang atau kegiatan dari
exposure, dengan cara antara lain :
1.
Menolak memiliki, menerima atau melaksanakan kegiatan yang mengandung risiko
walaupun hanya untuk sementara.
2. Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur
diterima atau segera menghentikan yang diketahui mengandung risiko
Ada
beberapa karateristik dasar yang harus diperhatikan, yang berkaitan dengan
penghindaran risiko, antara lain :
a. keadaan yang
mengakibatkan tidak adanya kemungkinan untuk menghindari risiko, dimana makin
luas pengertian risiko yang dihadapi akan makin besar ketidakmungkinan
untuk menghindari.
b. makin sempit
risiko yang dihadapi, maka akan semakin besar kemungkinan akan terciptanya
risiko baru.
Untuk
mengimplementasikan keputusan penanggulanagn risiko dengan penhhindaran, harus
ditetapkan secara jelas semua harta, personil serta kegiatan yang menghadapi
risiko yang ingin dihindarkan tersebut. Selanjutnya dengan dukungan pihak
manajemen puncak, Manajer Risiko seharusnya merekomendasikan prosedur tertentu
yang garus ditaati oleh semua bagian perusahaan dan karyawan.
Tidak hanya itu
risiko dalam perusahaan asuransi. Kini berkembang, unit manajemen risiko punya
tugas tidak hanya memotret risiko objek asuransi, namun juga bertanggung jawab
mengelolah semua risiko yang dihadapi perusahaan asuransi itu sendiri.
Adanya pergeseran pemahaman pengelolaan risiko ini beranjak dari kesadaran
bahwa risiko yang dihadapi perusahaan asuransi bukan sekedar risiko terjadinya
klaim. Menghadapi klaim itu hal biasa.
Menurut pedoman dari Departemen Keuangan, setidaknya ada tujuh risiko utama
yakni risiko sebagai penanggung/penanggung ulang, risiko reputasi, risiko
pasar, risiko investasi, risiko likuiditas, risiko bencana alam, dan risiko
legal. Risiko-risiko tersebut jika tidak dikelolah dengan tepat, akan sangat
mengganggu operasional perusahaan.
· Fokus Risiko sebagai Penanggung
Risiko sebagai
penanggung menjadi fokus keseharian karena fungsi perusahaan asuransi adalah
menjamin risiko pihak lain. Risiko tersebut harus dikendalikan. Sebagaimana
diketahui, kontrol risiko terdiri dari menghindari, meminimalisir, menahan dan
memindahkan risiko.
Tiga cara kontrol risiko di atas bisa dilakukan sekaligus. Namun, menghindari risiko tidak mungkin dilakukan karena fungsi perusahaan asuransi justru menanggung risiko pihak lain.
Kontrol risiko ini dimulai dari proses underwriting (seleksi risiko) hingga pascapembayaran klaim. Perusahaan asuransi bisa mereduksi risiko dengan cara proses seleksi risiko yang lebih ketat (prudent underwriting). Perlu kebijakan underwriting dan underwriter yang mumpuni untuk melakukan proses ini.
Tiga cara kontrol risiko di atas bisa dilakukan sekaligus. Namun, menghindari risiko tidak mungkin dilakukan karena fungsi perusahaan asuransi justru menanggung risiko pihak lain.
Kontrol risiko ini dimulai dari proses underwriting (seleksi risiko) hingga pascapembayaran klaim. Perusahaan asuransi bisa mereduksi risiko dengan cara proses seleksi risiko yang lebih ketat (prudent underwriting). Perlu kebijakan underwriting dan underwriter yang mumpuni untuk melakukan proses ini.
Kebijakan
underwriting ketat memang bagus, tetapi perusahaan asuransi tetap butuh premi.
Kebijakan underwriting ketat dan target premi perlu titik ekuilibrium.
Pemilihan underwriter bersertifikat adalah upaya real meminimalkan risiko.
Dalam proses
underwriting inilah, pada ‘zaman dulu’ ditempatkan unit yang disebut unit
manajemen risiko. Unit ini bertugas melakukan survey atas objek pertanggungan
yang akan dijamin asuransinya. Dari hasil survey diketahui lebih pasti kondisi
objek yang digunakan untuk menentukan kondisi pertanggungan asuransi bagaimana
yang paling tepat. Di industri asuransi jiwa, tes kesehatan sebelum aplikasi
diterima adalah salah satu jenis kontrol risiko. Selanjutnya, sebelum perusahaan asuransi menjamin risiko,
melakukan kalkulasi seberapa besar mampu menahan risiko. Jika dirasa risiko
sangat besar, bahkan di luar kemampuan (retensi), maka perusahaan asuransi akan
mereasuransikan (mengasuransikan kembali) kepada perusahaan reasuransi
(reasuradur).
Perlunya back-up
reasuransi ini dilakukan agar jika terjadi klaim, maka perusahaan asuransi
masih sanggup membayarnya. Juga agar tidak sampai mengganggu likuiditas
perusahaan. Ini adalah bentuk kontrol risiko dengan cara memindahkan sebagian
risiko ke reasuradur (spreading of risks).
Ketika proses
underwriting selesai dan perusahaan asuransi bersedia menjamin risiko pemegang
polis (tertanggung), maka mulailah risiko sebagai penanggung berjalan. Kontrol
risiko belum berhenti. Perusahaan asuransi tetap harus memantau apakah
syarat-syarat & kondisi (terms & conditions) polis, khususnya berkenaan
dengan janji (warranties) dipenuhi apa tidak oleh tertanggung.
Dampak risiko
sebagai penanggung adalah ketika terjadi klaim. Namun, tidak berarti setelah
terjadi klaim, proses manajemen risiko berhenti. Manajemen risiko harus tetap
jalan melalui tiga jalan.
Pertama, harus
dilihat apakah perusahaan asuransi wajib membayar atau klaim ditolak karena
tidak sesuai jaminan di polis.
Harus diketahui
secara pasti apakah penyebab kerugian dijamin atau tidak di polis. Apakah
tertanggung juga telah memenuhi kewajiban yang tercantum di polis? Jika setelah
diteliti, tuntutan tidak claimable, maka perusahaan asuransi tidak wajib
mengganti klaim.
Kedua, apabila
perusahaan suransi wajib mengganti, maka harus dihitung berapa besar
penggantian. Terlalu besar penggantian, pasti merugikan perusahaan asuransi.
Jika terlalu kecil, maka yang dirugikan adalah pemegang polis. Perhitungan
harus dilakukan secara teliti. Untuk di industri asuransi umum, aktifitas ini
bisa dilakukan oleh loss adjuster yang bertindak independen.
Ketiga,
pascapembayaran klaim, apabila kerugian yang diderita tertanggung disebabkan
kesalahan pihak lain, perusahaan asuransi mempunyai hak menuntut (hak
subrogasi) pihak lain tersebut untuk mengganti kerugian. Perusahaan asuransi
bisa mendapatkan recovery sehingga mengurangi kerugan yang dideritanya
· Mengelolah Risiko
Katastropik
Bencana adalah
jenis risiko katastropik. Penyebabnya bisa karena faktor manusia (man-made
disaster) atau bencana alam (natural catastrophe). Bencana katastropik
menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa yang besar. Umumnya mencakup
wilayah yang luas.
Dukungan reasuransi harus mempertimbangkan jika terjadi bencana. Meskipun ada dukungan reasuransi, saat terjadi bencana, kerugian bisa lebih besar dari dukungan reasuransi yang dipunyai perusahaan asuransi. Akibatnya, kelebihan kerugian akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Ini sangat berbahaya.Beberapa bencana alam yang tergolong katastropik adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, badai/topan, kecelakaan reaktor nuklir, dll. Gempa bumiJogjakarta, tsunami Aceh, letusan gunung Krakatau dan Tambora adalah sebagian contoh jenis risiko katastropik yang pernah terjadi diIndonesia. Negeri ini memang sangat rentan terhadap gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi. Belum lagi bencana yang dipengaruhi ulah manusia seperti banjir.
Dukungan reasuransi harus mempertimbangkan jika terjadi bencana. Meskipun ada dukungan reasuransi, saat terjadi bencana, kerugian bisa lebih besar dari dukungan reasuransi yang dipunyai perusahaan asuransi. Akibatnya, kelebihan kerugian akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Ini sangat berbahaya.Beberapa bencana alam yang tergolong katastropik adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, badai/topan, kecelakaan reaktor nuklir, dll. Gempa bumiJogjakarta, tsunami Aceh, letusan gunung Krakatau dan Tambora adalah sebagian contoh jenis risiko katastropik yang pernah terjadi diIndonesia. Negeri ini memang sangat rentan terhadap gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi. Belum lagi bencana yang dipengaruhi ulah manusia seperti banjir.
Prediksi tingkat keparahan kerugian sebisa mungkin dikalkulasi secara
akurat. Jika terlalu rendah, kerugian bisa jauh lebih besar dari yang
diperkirakan. Jika perkiraan terlalu tinggi, maka perusahaan asuransi terlalu
besar mencari dukungan reasuransi, yang berarti terlalu banyak premi reasuransi
yang dibelanjakan. Industri asuransi di negara maju sudah terbiasa menggunakan
catastrophe modelling. Program komputer ini mampu memprediksi tingkat kerugian
suatu bencana, termasuk prediksi seberapa besar klaim perusahaan asuransi.
Namun akurasi program ini juga mendapatkan kritik tajam tatkala tak mampu
berbuat banyak akibat badai Katrina, Wilma dan Rita di Amerika dan sekitarnya
tahun 2005. Kerugian industri asuransi akibat ketiga badai ini melebihi US$ 90
milyar.
Manajemen risiko katastropik juga bisa
dilakukan melalui upaya preventif. Perlu dukungan peran pemerintah dan
penyadaran masyarakat. Pemerintah, misalnya, mengatur penggunaan lahan dan menegakkan
aturan secara tegas agar tidak ada pelanggaran yang berujung pada bencana.
Sering juga
dilupakan bahwa industri asuransi dapat sangat berperan dalam mereduksi
bencana. Perusahaan asuransi bisa berkontribusi bagaimana memahamkan bahkan
melatih masyarakat dalam mengurangi peluang terjadi bencana dan dalam
menghadapi bencana. Adaupaya-upaya pre- & post-disaster. Ini dilakukan
sebagai ikhtiar menyelamatkan manusia dan harta benda saat bencana. Sekaligus
untuk mereduksi klaim asuransi.
Setiap tahapan
dari proses akseptasi hingga klaim di perusahaan asuransi, butuh manajemen
risiko. Belum lagi, risiko-risiko non-operasional yang jika salah kelola bisa
menjadi meruntuhkan perusahaan asuransi.
REFERENSI :
Djojosoedarso, Soeisno. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, Salemba Empat,
Jakarta. 1999.
Siamat Dahlan,
(2005). Manajemen lembaga keuangan; kebijakan moneter dan perbankan (edisi
ke-lima). Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.